SUBYEK DIDIK
A.
DEFINISI
Telah diakui oleh para pendidik[1]
bahwa subyek didik adalah orang yang selalu mengalami perkembangan sejak
terciptanya hingga meninggal.[2] Subyek
didik atau peserta didik juga diartikan sebagai anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melelui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.[3] Tugas
utama pendidikan dalam perkembangan ialah membimbing perkembangan itu pada
setiap tingkatannya, serta meyakinkannya bahwa cara-cara subyek didik memenuhi
kebutuhannya senantiasa sejalan dengan pola kehidupan sosialnya.
Pendidik harus mengetahui usia-usia dari masing-masing subyek
didik, karena besar kemungkinan bahwa tidak semua usia perkembangan seseorang
mengalami perkembangan yang sama jauhnya.
Tahap-tahap perkembangan individu menurut Piaget yaitu[4] :
1.
Masa
Usia Pra-Sekolah (usia 0-6 tahun)
Dalam masa ini,
ada masa yang disebut masa vital dan masa estetik. Masa vital dimulai dengan
kelahiran anak. Hasil penelitian para ahli menunjukkan kemajuan-kemajuan yang
dicapai oleh anak-anak pada umumnya sampai umur 2 tahun. Freud menamakan tahun
pertama dalam kehidupan anak sebagai sumber keenakan dan ketidakenakan. Masa
estetik dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Pada masa ini,
muncul gejala kenakalan yang umumnya terjadi pada usia 3-5 tahun.
2.
,Masa
Usia Sekolah Dasar (usia 6-12 tahun)
Masa ini
disebut juga masa intelektual atau masa keserasian sekolah. Pada masa
keserasian sekolah ini, secara relative anak mudah dididik daripada masa
sebelum dan sesudahnya.
3.
Masa
Usia Sekolah Menengah (usia 12-19 tahun)
Masa usia menengah bertepatan dengan
masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang menarik banyak pehatian, karena
sifat-sifat khasnya dank arena peranannya yang menentukan kehidupan individu
dalam bermasyarakat. Masa remaja ada tiga yaitu, masa remaja awal, masa remaja
madya dan masa remaja akhir.
4.
Masa
Usia Mahasiswa (usia 18-25 tahun)
Kalau dilihat dari segi umur,
kelompok mahasiswa itu terdiri dari pemuda dan pemudi dari sekitar umur 18-30
tahun dengan meyoritas kelompok umur 18-25 tahun. Masa ini dapat digolongkan
pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal. Tugas perkembangan pada usia
mahasiswa ini merupakan pemantapan pendirian hidup.
B.
HUKUM-HUKUM
DASAR DALAM PENDIDIKAN
Usaha pendidikan
dilakukan manusia berdasarkan keyakinan tertentu. Keyakinan ini didasarkan atas
suatu pandangan. Asas demikian merupakan titik tolak yang wajar. Artinya, tiap
orang akan melaksanakan suatu pekerjaan jika tujuan dan hasil pekerjaan itu
mereka yakini dapat dicapai. Keyakinan ini disebut para ahli sebagai dasar atau
teori-teori pendidikan.[5] Teori-teori
ini meliputi :
1.
Teori
(hukum) Empirisme.
Ajaran filsafat empirisme yang
dipelopori oleh John Locke (1632-1704) mengajarkan bahwa perkembangan pribadi
ditentukan oleh fakto-faktor lingkungan, terutama pendidikan. John Locke
berkesimpulan bahwa tiap individu lahir sebagai kertas putih, dan lingkungan
itulah yang “menulisi” kertas putih itu. Teori ini terkenal sebagi teori
tabularasa dan teori empirisme. Bagi John Locke faktor pengalaman yang berasal
dari lingkungan itulah yang menentukan pribadi seseorang. Karena lingkungan itu
relatif dapat diatur dan dikuasai manusia.
2.
Teori
(hukum) Nativisme.
Ajaran filsafat Nativisme yang dapat
digolongkan filsafat idealisme[6]
berkesimpulan bahwa perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh faktor
hereditas, faktor dalam yang berarti kodrati. Tokoh Nativisme ini, Arthur
Scohopenhauer (1788-1860) menganggap faktor pembawaan yang bersifat kodrati
dari kelahiran, yang tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar atau
pendidikan itulah kepribadian manusia. Potensi-potensi itulah pribadi
seseorang, bukan hasil pendidikan. Tanpa potensi-potensi hereditas yang baik,
seseorang tidak mungkin mencapai taraf yang dikehendaki, meskipun dididik
dengan maksimal. Seorang anak yang potensi hereditasnya rendah, akan tetap
rendah meskipun ia sudah dewasa dan telah dididik. Pendidikan tidak merubah
manusia, karena potensi itu bersifat kodrati.
3.
Teori
(hukum) Konvergensi.
Bagaimanapun kuatnya alasan kedua
aliran pandangan diatas, namun keduanya kurang realistis. Suatu kenyataan,
bahwa potensi hereditas yang baik saja, tanpa pengaruh lingkungan (pendidikan)
yang positif tidak akan membina kepribadian yang ideal. Sebaliknya, meskipun
lingkungan (pendidikan) yang positif dan maksimal, tidak akan menghasilkan
kepribadian ideal, tanpa apotensi hereditas yang baik. Oleh karena itu,
perkembangan pribadi yang sesungguhnya adalah hasil proses kerjasama kedua
faktor, baik internal (potensi hereditas) maupun eksternal (lingkungan,
pendidikan). Tiap pribadi adalah hasil konvergensi faktor-faktor internal dan
eksternal. Teori ini dikemukakan oleh William Stern (1871-1938) dan dikenal
sebagi teori konvergensi.
Ketiga teori diatas dikenal sebagai
asas-asas filsafat pendidikan aaliran-aliran empirisme, idealisme dan relisme[7].
Masing-masing mempunyai penganut hingga sekarang dengan segala variasinya
sejalan dengan perkembangan ilmu jiwa, ilmu pendidikan dan filsafat.
Pada
umumnya, masing-masing dari teori mempunyai penganut. Tetapi dengan
perkembangan ilmu pengetahuan modern agaknya teori konvergensi lebih realistis,
sehingga banyak dianut oleh ahli-ahli pendidikan.[8]
C.
HAK
DAN KEWAJIBAN SUBYEK DIDIK
1.
Hak
Subyek Didik
Menurut
Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
a.
Mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
yang seagama
b.
Mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
c.
Mendapatkan
beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu memmbiayai
pendidikannya.
d.
Mendapatkan
biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya
e.
Pindah
ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara.
f.
Menyelesaikan
program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak
menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
2.
Kewajiban
Subyek Didik
Setiap peserta
didik berkewajiban :
a.
Menjaga
norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan
pendidikan.
b.
Ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.[9]
EmoticonEmoticon